Senin, 16 September 2013

Tiga mitos open source



Dari beragam kesempatan bertemu komunitas open source, sering saya dapati pemahaman yang sedikit keliru tentang open source. Hal ini mungkin terjadi karena belum memahami open source secara keseluruhan dan kebetulan faktanya memang sedikit abu-abu. Pemahaman-pemahaman yang agak kurang tepat tersebut berubah menjadi mitos yang berkembang. Namun, memang mitos-mitos tersebut dapat menjadi fakta jika ada hal-hal lain yang menunjang.

Open source itu gratis

Tidak sedikit orang (termasuk pejabat negara) yang mengatakan bahwa open source itu gratis, misalnya: "Selama ini anggaran habis hanya untuk program proprietary, jadi kami sangat tertarik dengan solusi open source yang memang gratis". Hal ini sama sekali tidak benar. Solusi open source bisa jadi dapat diperoleh tanpa biaya sedikit pun, namun ada biaya-biaya lain yang menyertai solusi tersebut. Misalnya:
  • biaya pelatihan, untuk dapat menggunakan solusi open source, sebagaimana solusi lainnya, juga membutuhkan biaya untuk melatih para penggunanya
  • biaya migrasi, jika sistem lama yang akan diganti memiliki format data yang jauh berbeda, maka hal ini membutuhkan biaya migrasi yang tidak sedikit
  • biaya integrasi, jika sistem open source tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan hal-hal spesifik yang dibutuhkan pengguna untuk terkoneksi dengan sistem lama, maka perlu memanggil seorang pemrogram untuk menulis modul yang diperlukan.
  • biaya-biaya lain yang tidak terfikirkan sebelumnya, misalnya biaya konsultasi, biaya interoperabilitas, dan lain sebagainya

Open source itu mudah dikembangkan

Pemahaman ini biasanya berdasarkan fakta bahwa kode sumber dapat dilihat oleh pengguna. Memang hal ini lebih mudah, jika si pengguna memang mengerti bahasa pemrograman dan memiliki waktu dan kemampuan untuk memodifikasi sesuai kebutuhan. Namun jika si pengguna awam sama sekali, maka ada atau tidak ada kode sumber itu sama saja. Kembali lagi ke mitos bahwa open source itu gratis. Mitos ini baru bisa menjadi fakta jika si pengguna memiliki tim atau memiliki biaya untuk melakukan modifikasi sesuai kebutuhannya.
Ada juga yang berpendapat bahwa pengembang open source dapat diminta untuk melakukan pengembangan sesuai keinginan kita tanpa biaya, toh open source itu gratis. Hal ini justru bertolak belakang, karena pengembang open source biasanya adalah pengembang-pengembang profesional yang memiliki gaji besar.

Open source itu bebas

Tidak semua perangkat lunak open source bebas. Jika kita bicara perangkat lunak, baik open source atau proprietary, maka kita bicara dua aspek penting:
  • hak cipta, siapa pemilik hak cipta atas kode sumber yang ada. Apakah dimiliki pengembang perangkat lunak atau si pemilik pekerjaan?
  • lisensi, bagaimana perangkat lunak tersebut dapat dimodifikasi, didistribusikan, dijual atau diapakan saja, itu diatur melalui lisensi yang disematkan oleh si pemilik hak cipta
Sering saya dapati pemahaman bahwa jika kita menggunakan perangkat lunak open source, maka otomatis kita memiliki kode sumber tersebut. Padahal belum tentu. Perlu dilihat lagi lisensi apa yang diberikan oleh si pemilik hak cipta. Jika menggunakan lisensi public domain, maka si pemilik hak cipta melepas haknya dan memberikan kode sumber secara keseluruhan ke publik dan terserah publik hendak diapakan kode sumber tersebut. Jika menggunakan lisensi GPL versi 2, maka kode sumber bebas diubah, dipakai, dikembangkan, bahkan dijual, dengan syarat segala perubahan yang dikembangkan juga menggunakan lisensi yang sama. Pemilik hak cipta pun tidak serta-merta beralih ke kita, namun semua yang terlibat melakukan modifikasi memiliki hak cipta atas kode sumber tersebut.

Ada beragam lisensi yang dapat dipilih oleh pemilik hak cipta, beberapa di antaranya dapat dilihat di situs http://opensource.org/licenses.

Di dunia open source, ada beberapa ideologi yang berbeda yang dianut oleh para komunitas pengembang:
  • Ideologi perangkat lunak bebas (free software), yang menjunjung tinggi kebebasan dalam menggunakan, memodifikasi dan mendistribusikan, namun justru mengikat kuat dan membatasi jenis lisensi yang dapat disematkan ke kode sumber. Karya-karya turunan dari kode sumber asli harus menggunakan lisensi yang sama dan melarang menutup kode sumber yang sudah dimodifikasi. Contoh lisensi yang digunakan oleh ideologi ini adalah GPL.
  • Ideologi perangkat lunak liberal, yang menjunjung tinggi kebebasan dalam segala hal, termasuk kebebasan dalam menutup kode sumber. Contoh lisensi yang digunakan oleh ideologi ini adalah BSD dan MIT.
  • Ideologi kode buangan (code drop), yang membuka kode-kode sumber beberapa modul pilihan dan membatasi hak-hak pengguna dalam menggunakan kode sumber tersebut, misalnya kode sumber tersebut tidak boleh dimodifikasi, hanya boleh dipelajari saja, dan sebagainya. Ada banyak perusahaan komersial yang membuka kodenya hanya untuk keperluan studi banding saja. Namun ada juga yang menggunakan lisensi GPL atau lisensi liberal untuk kode buangan ini, intinya, kode-kode ini biasanya memang tidak ditujukan untuk menggunakan model pengembangan open source yang lazim dipakai.

Apa yang harus aktivis lakukan?

Banyak aktivis yang biasanya tidak menyampaikan hal-hal di atas, entah apakah karena memang tidak tahu atau menyembunyikannya. Menurut hemat saya, pemahaman sepenuhnya tentang open source harus disampaikan agar pengguna nanti tidak kecewa. Memang jika kita lihat sekilas, hal-hal di atas dapat menjadi sentimen negatif terhadap open source, namun jangan khawatir. Jika aktivis dapat mendorong pengguna agar mengumpulkan komunitas dengan minat dan menggunakan solusi yang sama, maka biaya-biaya yang disebut di atas serta ongkos pengembangan dapat diatasi secara bergotong royong dan membuka kembali modifikasi yang telah dilakukan ke publik. Inilah ciri utama open source, yaitu kontribusi ke publik, karena open source tanpa kontribusi hanyalah omong kosong.

6 komentar:

  1. Numpang komentar pak,

    Setahu saya Free Software tidak selalu GPL, karena lisensi-lisensi lain yang memberikan 4 kemerdekaan pengguna dapat disebut sebagai Free Software.

    Lisensi permisif seperti MIT/X11/Expat, "BSD", dan Apache 2.0 masuk juga ke dalam lisensi Free Software pak, karena memberikan 4 kemerdekaan itu tadi. Free Software tapi _tidak_ Copyleft (program turunan harus memiliki lisensi yang sama dengan program asal).

    Sepertinya perlu dibuat panduan pak.

    BalasHapus
  2. Dulu waktu pak Stallman dolan ke KLAS, dia mengingatkan bahwa sebaiknya menyebut FOSS daripada OpenSource saja. Karena sekarang ada gerakan OpenSource yang tidak lagi Free Software seperti lisensi GNU GPL.

    Saya setuju, kita perlu ada panduan lisensi-lisensi apa yang kompatibel dengan GNU GPL. Meski saya sedikit mengerti, tapi kalau disuruh menjelaskan juga masih belepotan.

    BalasHapus
  3. Dulu kalau ditanya tentang lisensi yang saya pakai bila membuat sebuah perangkat lunak pasti akan memilih GPL. Tetapi sekarang rasanya jawaban itu akan lebih berat saya ucapkan, karena akhir-akhir ini lisensi GPL terkadang malah menjadi penghalang (dengan caranya sendiri). Rasanya Lisensi yang lebih permisif seperti MIT/X11/Expat, "BSD", dan Apache 2.0 akan lebih aplikatif.

    BalasHapus
  4. saya habis baca2 tapi bingung namun bisa menangkap sedikit intinya... trimakasih sudah berbagi.. Berita Terbaru dari Smartphone Kamera, Apa Berita Terbaru dari Hp Kamera Saat ini

    BalasHapus
  5. Flipkart is Offering Cashback Offers Flipkart offers 2017 You will get upto 75% Discount

    Flipkart is Offering Cashback Offers Flipkart mobile offers 2017 You will get upto 75% Discount

    Flipkart is Offering Cashback Offers Flipkart saree offers You will get upto 75% Discount

    Flipkart is Offering Cashback Offers Flipkart mobile phone Offers You will get upto 75% Discount

    Flipkart is one of the biggest world wide eCommerce Site so here you will getFlipkart big billion day offers

    Flipkart is one of the biggest world wide eCommerce Site so here you will getflipkart bank cashback offersso

    Flipkart is one of the biggest world wide eCommerce Site so here you will getFlipkart bank offersso

    BalasHapus